Alasan Warga Aceh Menolak Kedatangan Pengungsi Rohingya (Foto: Pemuka-Rakyat.com)
PEMUKA RAKYAT - Pada 14 dan 15 November 2023, dua kapal yang berisi para pengungsi Rohingya mendarat di Tanah Rencong, Kabupaten Pidie, Aceh yang masing-masing berjumlah 196 dan 147 orang. Mereka diungsikan di penampungan sementara yaitu Gedung Yayasan Mina Raya. Jika dijumlahkan dengan pengungsi pada tahun sebelumnya, maka total mencapai 482 jiwa.
Kedatangan gelombang pertama pada bulan November tersebut masih diterima dengan jangka waktu sementara oleh masyarakat di derah yang memiliki akar budaya dan nilai-nilai Islam yang kuat tersebut lantaran kapal yang mereka gunakan mengalami kerusakan mesin. Selama di lokasi, kebutuhan pangan mereka ditanggung oleh Kementerian Sosial dengan jadwal makan tiga kali sehari dan mendapat pemeriksaan kesehatan.
Kemudian pada Kamis, 16 November menyusul kapal berisikan pengungsi etnis asal Myanmar tersebut di Desa Ule Madon, Kabupaten Aceh Utara dan sebelumnya juga sudah mendarat lebih dari 200 orang yang memasuki wilayah Kuala Pawon, Kabupaten Bireuen. Kemudian kembali bertambah tiga kapal mendarat di Provinsi paling barat Indonesia tersebut dengan jumlah lebih dari 500 orang pada Minggu, 19 November.
Terhitung dalam waktu sepekan, jumlah komunitas Muslim asal Rakhine (Arakan) yang mendarat di provinsi yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia tersebut hampir mencapai 1000 jiwa. Kedatangan mereka kali ini mendapat penolakan keras dari masyarakat setempat.
Hal tersebut bukan tanpa sebab, mereka belajar dari pengalaman yang tidak mengenakan. Beberapa alasan tersebut, diantaranya, Beberapa dari ‘manusia perahu’ tersebut melakukan pelanggaran Norma-norma yang telah disepakati bersama, melakukan pelecehan terhadap warga setempat, terjadi pertengkaran hingga ada yang melarikan diri serta tiap kedatangan mereka tidak pernah melakukan konfirmasi terlebih dahulu. Kasus-kasus tersebut mengikis kepercayaan masyarakat daerah yang terkenal dengan syurganya pecinta kopi tersebut.
Baca Juga: Orang Terkaya Nomor 1 di Israel, Siapa Sosoknya? Berikut Profil dan Jumlah Kekayaannya
Selama ini penerimaan warga yang terkenal dengan hukum cambuk tersebut terhadap kedatangan para kelompok minoritas di wilayah yang berbatasan dengan Bangladesh tersebut berdasarkan alasan kemanusiaan saja. Bahkan Indonesia bukan negara pihak pada konvensi pengungsi 1951 yang memiliki kewajiban untuk menampung.
Namun, meski menolak kedatangan etnis yang melairkan diri dari kajahatan genosida yanng dilakukan negara asalnya tersebut, warga Aceh tetap memberikan bantuan berupa makanan dan pakaian bekas sebelum akhirnya para pengungsi didesak untuk masuk kembali ke dalam kapal.
Sepanjang sejarah, persebaran etnis yang memiliki nama asal dari bahasa kuno Rohan atau Rohang di Indonesia sudah memasuki wilayah Medan dan Semarang. Jumlah kelompok yang terancam punah tersebut yang ada di Indonesia pada tahun 2016 yaitu sekitar 897 orang, pada tahun 2017 menjadi 959 orang, kemudian menurun pada tahun 2019 menjadi 582, namun kembali meningkat di angka 921 orang pada tahun 2020.
Pemerintah Myanmar tidak mengakui keberadaan minoritas yang paling dipersekusi atau mendapat perlakuan buruk di dunia tersebut. Bagi mereka, etnis Rohingya merupakan pendatang dari India yang tinggal di salah satu negara bagian termiskin yang ada di Negara tetangga Bangladesh tersebut serta aktivitas hingga pekerjaan yang diperoleh sangat dibatasi.
Di sisi lain, sebagai respon dari pihak pemerintah, Devi Riansyah sebagai Plt. Kepala Dinas Sosial Aceh angkat bicara. Ia mengungkapkan bahwa pihaknya tidak memiliki wewenang terhadap persoalan tersebut dan akan menyerahkannya kepada badan PBB untuk urusan pengungsi, UNHCR. Demikianlah ulasan mengenai alasan Aceh menolak kedatangan pengungsi Rohingya.***
Baca Juga: Mengenal Tiko Aryawardhana, Calon Suami BCL: Usia, Agama, Pendidikan Hingga Pekerjaan
Editor: Fredi A.
