Peringatan Hari Pahlawan 10 November: Sejarah Perjuangan Rakyat Surabaya Dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

Hari Pahlawan 10 November (Foto: Instagram/@kpu_ri)

PEMUKA RAKYAT - Hari pahlawan merupakan sebuah perayaan peringatan yang ditetapkan setiap tanggal 10 November dengan tujuan untuk memperingati jasa-jasa para pahlawan yang telah gugur saat perang. Tanggal 10 November ini merujuk pada puncak dari pertempuran yang terjadi di Surabaya yang terjadi pada 10 November 1945. Perang yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Surabaya merupakan salah satu bentuk perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari para penjajah.

Berikut ini Tim Pemuka Rakyat mengulas sejarah singkat Pertempuran Surbaya, kronologi dan penetapan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.

Sejarah Pertempuran Surabaya

Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 menjadi tanda bahwa Indonesia telah resmi menjadi negara yang merdeka dan bebas dari penjajahan. Namun, hal ini tidak membuat Indonesia pada saat itu benar-benar terlepas dari gangguan Bangsa-bangsa asing. Nyatanya, setelah jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada sekutu, Belanda bersama dengan Inggris kembali melakukan usaha untuk menguasai Indonesia.  SEAC (South East Asian Command) di bawah kepimpinan Laksamana Loius Mountbatten yang Kemudian membentuk AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) dengan tugas untuk melucuti senjata tentara Jepang dan menyelamatkan para tawanan perang.

Kerusuhan pertama mulai terjadi pada 19 September 1945, atau yang dikenal dengan peristiwa Hotel Yamato. Peristiwa ini bermula dimana pada tangga 18 September 1945 sekitar jam 09.00 malam para tentara Belanda dibawah perintah Ploegman yang pada saat itu menginap di Hotel Yamato mengibarkan bendera Belanda (merah, putih, biru) di sisi utara bagian atas hotel.

Pada keesokan harinya, 19 September 2023 para pemuda yang melihat hal itu menjadi geram dan marah serta menganggap bahwa Belanda tidak menghormati Kedaulatan Indonesia dan status Indonesia sebagai Negara yang merdeka. Tidak lama berselang, Jalan Tunjungan yang menjadi lokasi Hotel Yamato dipenuhi dengan para pemuda dan masyarakat yang marah atas insiden tersebut. Hal ini menarik perhatian Residen Soedirman yang kemudian memutuskan untuk menemui Ploegman ditemani dengan dua pengawalnya yaitu Sidik dan Hariyono.

Baca Juga: Simak 4 Unsur Pimpinan Penghulu di Minangkabau

Mereka meminta Ploegman untuk segera menurunkan bendera Belanda. Akan tetapi Ploegman menolak dan mengusir Soedirman sambil mengangkat pistol. Melihat hal ini Sidik geram hingga akhirnya menyerang dan mencekik Ploegman hingga tewas. Namun, sangat disayangkan Sidik pun ikut tewas akibat ditusuk seorang pengawal Ploegman.

Akibat tidak adanya itikad baik dari Belanda untuk menurunkan bendera tersebut, para pemuda dan masyarakat pun semakin geram sehingga kerusuhan pun tidak bisa dihindarkan. Para pemuda berusaha untuk menurunkan Bendera Belanda yang berkibar di atas hotel, hingga akhirnya Kusno Wibowo dan Hariyono berhasil naik dan menurunkan bendera Belanda Kemudian menyobek bagian biru pada bendera tersebut dan mengibarkan bendera Merah Putih Indonesia.

Bentuk perjuangan rakyat Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia juga terlihat dari gerakan perlawanan yang dipimpin oleh Bung Tomo pada tanggal 16 September 1945 dalam upaya mengambil alih gudang senjata Don Bosco milik Jepang. 

Pada awalnya Jepang berusaha untuk mempertahankan gudang senjata tersebut untuk Kemudian diserahkan kepada pihak sekutu sebagai salah satu syarat menyerahnya Jepang kepada sekutu. Namun, dikarenakan para pemuda yang terus mendesak dan mengancam keselamatan Jepang maka akhirnya Jepang di bawah perintah Mayor Hashimoto sepakat untuk menyerahkan gudang senjata tersebut kepada para pejuang yang diwakili oleh Muhammad Yasin  dari kelompok pemuda. Dari peristiwa ini Pejuang-pejuang di Surabaya berhasil mengumpulkan ribuan pucuk senjata, mortar, artileri, granat hingga Meriam penangkal serangan udara.

Kerusuhan dan bentrokan yang terus menerus terjadi mengakibatkan situasi di Surabaya semakin memanas hingga akhirnya pada tanggal 27 Oktober 1945 terjadi perang pertama antara para pejuang di Surabaya dan pihak sekutu dan Belanda hingga puncaknya pada tanggal 30 Oktober 1945, salah satu perwira tinggi Inggris Brigadir  Jenderal Aubertin Walter Sothern (A.W.S) Mallaby tewas di Jembatan Merah, Surabaya. Inggris yang pada saat itu berada di pihak sekutu dan merupakan pemenang dari Perang Dunia II menjadi geram sehingga pada tanggal 9 November Mayor enderal Robert Mansergh mengeluarkan sebuah ultimatum kepada rakyat Surabaya yang menjelaskan bahwa Surabaya harus menyerahkan Senjata-senjatanya paling lambat pada 10 November 1945 pukul 06.00. Berikut isi ultimatum tersebut:

Baca Juga: Proklamasi: Lahirnya Pemuka Rakyat Indonesia

1. Seluruh pemimpin Indonesia di Surabaya harus melaporkan diri.
2. Seluruh senjata yang dimiliki pihak Indonesia di Surabaya harus diserahkan kepada Inggris.
3. Para pemimpin Indonesia di Surabaya harus bersedia menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat

Ultimatum tersebut Kemudian ditolak oleh rakyat Surabaya sehingga menyebabkan tercetusnya perang kedua atau dikenal sebagai Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945. Perang ini terjadi selama tiga minggu dan menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat Surabaya. Korban jiwa dari pejuang-pejuang Surabaya diperkirakana mencapai 20.000, sedangkan dari pihak sekutu mencapai 1.500 korban jiwa. 

Pada pertempuran tersebut Bung Tomo merupakan salah satu tokoh pahlawan yang berhasil membakar semangat para Pejuang-pejuang Surabaya lewat pidatonya yang berapi-api untuk melawan para penjajah dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Oleh sebab itu, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.

Itulah sejarah singkat Pertempuran Surbaya, kronologi dan penetapan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.***