![]() |
| Fuad Benardi, Anggota Komisi C DPRD Jawa Timur (Foto: Pemuka-Rakyat.com) |
PEMUKA RAKYAT - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur tengah membahas rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang mekanisme rekrutmen direksi badan usaha milik daerah (BUMD). Pembahasan ini menjadi bagian dari upaya pembenahan tata kelola BUMD agar lebih transparan, profesional, dan berorientasi pada kinerja.
Langkah tersebut muncul setelah DPRD
menemukan sejumlah celah dalam proses seleksi direksi selama ini. Mekanisme
yang dinilai belum terbuka, minim publikasi hasil seleksi, serta keterlibatan
unsur independen yang belum optimal menjadi perhatian utama dewan.
“Raperda ini kami dorong agar tata kelola
BUMD lebih sehat, transparan, dan sesuai prinsip good corporate governance,”
ujar Fuad Benardi, anggota Komisi C DPRD Jawa Timur, di Surabaya, Rabu (15/10/2025).
Pembahasan Raperda tersebut tidak lepas
dari hasil evaluasi DPRD terhadap kinerja beberapa BUMD milik Pemerintah
Provinsi Jawa Timur. Salah satu yang disorot adalah PT Panca Wira Usaha (PWU)
Jatim, holding BUMD yang membawahi delapan anak perusahaan.
Baca juga: Sedang Jalani Proses PKPU, Sejumlah Oknum PT Semen Kupang Diduga Lakukan Aksi Pencurian hingga Pengerusakan Barang Milik Negara
Dalam laporan keuangan terakhir, PWUtercatat hanya memberikan kontribusi dividen sebesar Rp1,2 miliar, atau sekitar
1,29 persen dari total penyertaan modal daerah . Angka itu dinilai terlalu
kecil untuk ukuran perusahaan daerah dengan aset besar dan dukungan penuh dari
pemerintah provinsi.
“Kontribusi PWU terhadap kas daerah masih
sangat rendah. Padahal, peran BUMD seharusnya menjadi penggerak ekonomi dan
sumber pendapatan daerah,” kata Fuad.
PWU baru-baru ini juga membuka proses
seleksi direksi untuk anak perusahaannya, PT Moya Kasri Wira Jatim, pada 16–24
September 2025. Sebanyak 10 kandidat dinyatakan lolos tahap administrasi.
Namun, DPRD menyoroti minimnya publikasi hasil seleksi dan keterbukaan
informasi kepada publik.
Menurut Fuad, salah satu kelemahan utama
dalam pengelolaan BUMD adalah proses rekrutmen direksi yang belum mengikuti
prinsip keterbukaan.
Baca juga: Ahmad Irawan Dukung Menteri ATR/BPN Berantas Mafia Tanah
“Kita ingin memastikan setiap proses rekrutmen
dapat diakses publik, termasuk siapa yang mendaftar, bagaimana proses
penilaiannya, dan siapa yang akhirnya terpilih,” katanya.
Ia menjelaskan, dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD dan Permendagri Nomor 37 Tahun 2018, diatur
secara tegas bahwa seleksi direksi harus dilakukan secara profesional dan
terbuka.
Setiap tahapan, mulai dari penjaringan
hingga fit and proper test, wajib diumumkan di media massa lokal maupun
nasional.
“Prinsip keterbukaan itu yang belum
sepenuhnya diterapkan. Padahal, publikasi hasil seleksi menjadi bentuk
akuntabilitas kepada masyarakat sebagai pemilik saham BUMD,” ujar Fuad
menambahkan .
Aturan yang sama juga mensyaratkan
pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) yang terdiri atas unsur pemerintah daerah
dan unsur independen, seperti akademisi atau profesional di bidang bisnis.
Baca juga: Ahmad Irawan: Parpol Berkewajiban Beri Edukasi Politik
Pansel memiliki kewenangan menilai
kompetensi, integritas, serta rekam jejak calon direksi melalui lembaga
profesional.
Namun, sejumlah kalangan menilai
pelaksanaan ketentuan ini masih lemah di lapangan. “Sering kali unsur
independen dalam Pansel hanya sebatas formalitas. Padahal, peran mereka penting
untuk menjaga obyektivitas seleksi,” kata Singgih Manggalou, pengamat
administrasi BUMN/BUMD dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran”
Jawa Timur .
Menurut Singgih, transparansi hasil seleksi
merupakan indikator utama tata kelola yang baik. “Jika publik tidak tahu
hasilnya, maka kepercayaan terhadap BUMD sulit dibangun,” ujarnya.
Singgih menilai, reformasi yang dilakukan
DPRD Jatim merupakan langkah positif, namun harus disertai dengan perubahan
sistemik dalam manajemen BUMD.
“BUMD harus dijalankan secara profesional,
dengan orientasi bisnis yang jelas. Jangan sampai jabatan direksi hanya
dijadikan tempat akomodasi politik,” katanya.
Ia menambahkan, rendahnya kontribusi PWUmenunjukkan belum kuatnya penerapan prinsip efisiensi dan akuntabilitas.
“Perusahaan daerah yang sehat seharusnya mampu menghasilkan laba yang sepadan
dengan penyertaan modal. Jika tidak, perlu ada restrukturisasi manajemen dan
model bisnis,” ujar Singgih.
Fuad Benardi juga menegaskan bahwa
pembahasan Raperda tidak hanya bertujuan memperbarui aturan, melainkan juga
membangun budaya baru dalam tata kelola BUMD.
“Kita ingin menciptakan sistem rekrutmen
yang berbasis kompetensi dan meritokrasi, bukan karena kedekatan politik,”
katanya.
DPRD Jatim berencana memperkuat ketentuan pengawasan terhadap proses seleksi direksi dalam perda yang baru.
Fuad menyebutkan, nantinya hasil seleksi
wajib diumumkan secara terbuka di media, dan setiap proses dapat diaudit oleh
lembaga independen.
“Ini untuk memastikan masyarakat bisa ikut
mengawasi. Transparansi adalah kunci memperbaiki kepercayaan publik,” ujarnya.
Selain itu, DPRD juga mendorong agar setiap
BUMD diwajibkan menyusun laporan kinerja tahunan yang bisa diakses publik,
termasuk rincian laba, investasi, dan kontribusi terhadap pendapatan asli
daerah (PAD).
“Perda ini akan menjadi tonggak pembenahan
BUMD di Jawa Timur. Kita tidak ingin lagi ada BUMD yang besar di aset tapi kecil
kontribusi,” kata Fuad.
Pembahasan Raperda rekrutmen direksi BUMD
dijadwalkan rampung pada 2026. DPRD berharap perda baru ini menjadi model
reformasi tata kelola BUMD di Indonesia.
Langkah tersebut sejalan dengan misi
pemerintah provinsi menjadikan BUMD sebagai pilar pembangunan ekonomi daerah
yang mandiri dan berdaya saing.
“Transparansi, profesionalisme, dan
akuntabilitas adalah fondasi utama. Jika dijalankan konsisten, BUMD Jawa Timur
bisa menjadi contoh bagi daerah lain,” ujar Singgih menutup.***
Editor: Fredi
