
Rekrutmen Direksi BUMD Jatim Dinilai Tertutup, DPRD Soroti Kinerja PWU yang Lemah (Foto: Pemuka-Rakyat.com)
PEMUKA RAKYAT - Proses rekrutmen direksi Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) di Jawa Timur kembali menuai kritik. Sejumlah anggota DPRD dan
pengamat menilai, seleksi calon direksi belum sepenuhnya transparan dan
akuntabel, meski pemerintah provinsi tengah menyiapkan Rancangan Peraturan
Daerah (Raperda) baru untuk memperbaikinya.
Kritik itu mengemuka setelah muncul sorotan
terhadap kinerja PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim, holding BUMD milik Pemprov
Jatim yang hanya menyetor Rp1,2 miliar dividen tahun ini—setara 1,29 persen
dari total penyertaan modal daerah.
Angka itu dinilai terlalu kecil dan
mencerminkan masalah struktural di tubuh BUMD, mulai dari lemahnya manajemen
hingga dugaan rekrutmen direksi yang tidak berbasis kompetensi.
PWU baru-baru ini membuka seleksi direksi
untuk anak usahanya, PT Moya Kasri Wira Jatim, pada 16–24 September 2025.
Proses itu menghasilkan sepuluh kandidat
terbaik hasil penjaringan internal. Namun, publik tidak mengetahui siapa saja
yang lolos, bagaimana proses penilaiannya, atau lembaga apa yang menilai
kelayakan mereka.
Baca juga: Reformasi BUMD Jatim: Celah Transparansi dalam Rekrutmen Direksi Jadi Sorotan DPRD
Kondisi ini bertentangan dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2018, yang mewajibkan publikasi terbuka atas setiap tahapan
seleksi direksi melalui media lokal dan nasional.
Aturan tersebut juga menegaskan pentingnya
Panitia Seleksi (Pansel) yang terdiri dari unsur pemerintah daerah dan unsur
independen seperti akademisi, untuk menjaga obyektivitas penilaian.
“Seharusnya hasil seleksi diumumkan ke
publik agar tidak ada kecurigaan. Kalau masyarakat tidak tahu prosesnya,
bagaimana kita bisa percaya bahwa rekrutmen itu objektif?” kata Fuad Benardi, Anggota Komisi C DPRD Jawa Timur, Kamis (16/10/2025).
Fuad menilai, kinerja lemah PWU dan sejumlah
BUMD lain merupakan konsekuensi dari sistem rekrutmen yang tertutup dan rawan
intervensi politik.
“Direksi harus diisi orang-orang
profesional dan berpengalaman. Kalau masih ada titipan politik, jangan berharap
hasilnya akan berbeda,” ujarnya .
Ia menegaskan, DPRD saat ini tengah
membahas Raperda Rekrutmen Direksi BUMD, yang diharapkan menjadi dasar hukum
baru agar setiap proses seleksi berbasis kompetensi, bukan koneksi.
“Kita ingin pastikan ke depan seleksi
benar-benar transparan dan akuntabel. Tidak ada lagi rekrutmen yang sekadar
formalitas,” kata Fuad.
Baca juga: Ahmad Irawan Dukung Menteri ATR/BPN Berantas Mafia Tanah
Sikap kritis DPRD ini juga dipicu oleh
temuan bahwa sebagian besar BUMD Jatim belum memberikan kontribusi optimal
terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Selain PWU, beberapa BUMD lain dinilai
belum menunjukkan efisiensi dan inovasi bisnis yang memadai.
PWU Jatim sejatinya dibentuk untuk
memperkuat sinergi antarperusahaan daerah di sektor perdagangan, energi, hingga
pengelolaan aset. Namun, realisasi di lapangan jauh dari harapan.
Dividen Rp1,2 miliar yang disetor tahun ini
menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas manajemen dan arah bisnis
perusahaan.
“Dengan penyertaan modal yang besar dan
dukungan pemerintah, hasil Rp1,2 miliar itu tidak masuk akal. Ini sinyal ada
yang tidak beres dalam sistem manajemen,” kata Singgih Manggalou, pengamat
administrasi BUMN/BUMD dari UPN ‘Veteran’ Jawa Timur .
Menurutnya, lemahnya kinerja BUMD tidak
bisa dilepaskan dari praktik rekrutmen direksi yang masih dipengaruhi
kepentingan politik.
Baca juga: Simak LHKPN Komjen Suyudi Ario Seto Kepala BNN yang Dikabarkan Kandidat Kuat Kapolri
“Selama posisi strategis masih diisi
berdasarkan kedekatan, bukan kapasitas, jangan berharap BUMD bisa efisien dan
menghasilkan laba maksimal,” ujarnya.
Kunci perbaikan, kata Singgih, adalah
memperkuat fungsi Panitia Seleksi dan memperluas partisipasi publik.
“Pansel harus benar-benar independen dan
profesional. Selain pemerintah, perlu ada akademisi dan lembaga kompetensi yang
tidak memiliki konflik kepentingan,” jelasnya.
Ia menilai, pemerintah provinsi perlu
menyediakan kanal publikasi daring agar masyarakat dapat memantau tahapan
seleksi secara langsung.
“Transparansi bukan sekadar pengumuman di
koran. Harus ada sistem digital yang bisa diakses publik kapan pun. Itu bentuk
akuntabilitas modern,” katanya.
Fuad Benardi mendukung gagasan tersebut. Ia
menyebut, dalam pembahasan Raperda, DPRD akan mendorong kewajiban publikasi
online hasil seleksi dan audit eksternal terhadap setiap rekrutmen.
“Kita akan masukkan klausul pengawasan
publik. Ini bagian dari upaya memastikan tidak ada lagi rekrutmen tertutup,”
tegasnya.
Baca juga: Belasan Tahun Mengabdi di PT Timah Tbk, Berapa Kekayaan Alwin Albar yang Terlibat Korupsi?
Berdasarkan kajian DPRD, beberapa masalah
utama yang menghambat kinerja BUMD meliputi lemahnya pengawasan internal,
tumpang tindih kewenangan antara pemegang saham dan direksi, serta
ketergantungan pada penyertaan modal pemerintah.
PWU disebut belum memiliki peta bisnis
jangka panjang yang jelas dan masih berorientasi administratif.
Singgih Manggalou menyebut, kondisi itu
memperburuk risiko politisasi jabatan. “BUMD sering jadi tempat kompromi
politik. Akibatnya, keputusan bisnis sering tidak rasional dan sulit
berkembang,” katanya.
Ia menegaskan, tanpa keberanian memutus
rantai kepentingan politik, reformasi BUMD hanya akan berhenti di atas kertas.
“Raperda ini momentum penting. Tapi harus
disertai niat politik yang tulus untuk profesionalisasi, bukan sekadar menambah
aturan,” ujarnya.
DPRD Jatim berharap pembahasan RaperdaRekrutmen Direksi BUMD selesai pada 2026.
Fuad menegaskan, perda baru ini akan menjadi payung hukum agar pengisian jabatan direksi di seluruh BUMD mengikuti mekanisme kompetitif dan terukur.
“Kita tidak ingin lagi BUMD besar hanya
jadi beban APBD. Kita ingin manajemennya profesional dan punya dampak nyata
bagi masyarakat,” katanya.
Langkah ini, menurut DPRD, akan disertai
dengan sistem evaluasi tahunan berbasis kinerja finansial dan sosial, sehingga
setiap direksi memiliki target jelas dan akuntabilitas yang bisa diukur.
Reformasi BUMD Jatim kini menjadi ujian
komitmen transparansi pemerintah daerah.
Dewan telah mengingatkan bahwa celah dalam
proses rekrutmen harus segera ditutup agar BUMD tak lagi jadi arena kompromi
politik.
PWU Jatim, dengan dividen 1,29 persen dari
modal yang disertakan, kini menjadi cermin rapuhnya tata kelola lama—dan
sekaligus alasan utama mengapa perubahan sistem sangat mendesak.
“BUMD itu milik publik. Maka publik punya
hak tahu siapa yang mengelola, bagaimana mereka dipilih, dan sejauh mana mereka
bekerja,” ujar Singgih menegaskan.***
Editor: Fredi